BERBAGAI MANFAAT OLAH RAGA JALAN KAKI
Hampir setiap hari, setiap pagi, saya selalu menyempatkan olah raga sederhana dan murah.
Jalan kaki Sederhana karena tinggal kaki melangkah Murah karena jika terpaksa bisa cuma pakai sandal jepit saja.
Seperti biasa sembari jalan kaki saya 'tebar pesona'. Sapa dan senyum kiri kanan. Sedekah murah, konon katanya.
Yang saya sapa 'siapa dan apa' saja. Kalau ada anjing menggonggong saya bacakan, 'summum bukmum . . ." Lalu si anjing jadi diam dan melengos,
Baru tahu kalau yang ini guru nya.
Pernah ketemu kucing yg jalan terpincang-pincang.
Mungkin dilempar orang karena nyolong ikan. Saya sapa juga, "Mangkane ojok nyonyo," makanya jangan suka mencuri. Perasaan saya si kucing tadi nengok terus 'mlenthos' juga. Saya pun tertawa.
Bayi pun kalau tidak pas digendong Ibunya, di kereta bayi misalnya, juga suka saya goda dan 'kudang'.
Baru tahu pula, ternyata bakat 'jutėk' mungkin bisa kelihatan sejak dari bayi. Ada bayi yang tidak pernah senyum.
Pernah juga di satu titik, berpapasan dengan anak kecil, mungkin usia TK,
jalan bareng Ibunya. Tangannya pegang ranting pohon.
Merasa lebih panjang dari tubuhnya. Di ayun-ayunkan ke segala arah.
Saya pun merasa sedikit menghindar. Ketika telah 'terbebas' dan posisi di sampingnya,Diantara si anak dan Ibunya.
Saya pegang pundaknya dan saya elus, si anak. Maksud saya menegur tapi secara halus.
"Halo sayang . . ." Kata saya lembut. Eh ! Yang njawab Ibunya. "Iyaaa . . ."
Waduh!
Pagi-pagi sudah dapat 'penglaris' GR ya ?
Kadang kalau 'ingat', sembari jalan kaki saya ber-dzikir. Macam-macam 'type'nya. Yang standar, Subhanallah Walhamdulillah Walailahaillallah AllahuAkbar . . .
Tentu doanya supaya dapat rejeki karena 'disayang' customer dan selalu menang tender . . .
Atau yg saya 'ciptakan' sendiri, Yaa Ghaani, Yaa Haadi, Yaa Azis, Yaa Sobuur . . . Biar tambah 'kaya', selalu diberi petunjuk dan 'menangan', sekaligus tidak 'brangasan'
Jadi sampai saat itu saya melakukan tiga 'laku' sekaligus. Olah raga, tebar senyum sedekah murah, dan dzikir. Gampang. Meski yang dzikir tidak rutin..
Nah ! Minggu-minggu terakhir saya tambahi. Senam pernafasan. Hirup udara dalam 3 hitungan. Tahan 5 hitungan. Lalu keluarkan perlahan dalam 8 hitungan. Saya atur gerakan dada, perut, dan diaphragma.
Dasar serakah, rangkaian 'laku' yang itu belum mahir sudah saya bebani lagi 'raga' ini dengan senam 'Kegel' sederhana. Khusus utk pria!.
Jadi total melaksanakan 5 laku. Tidak berubah jadi sakti malah menyusahi diri. Akibatnya macam-macam. Senyum saja jadi susah. Otot muka menegang. Karena nahan nafas dan nahan 'otot' waktu senam kegel.
Kadang kaki juga 'kesrimpet-srimpet', saling-silang tersandung satu sama lain.
Yang paling parah, karena menurut saya semua 'akibat' yang muncul itu kelihatan bodoh dan lucu, jadi malah sering tertawa kecil selagi olahraga jalan kaki itu. Sendiri!.
Tambah seru lagi ketawanya karena mikir, jangan-jangan orang yang sering ketawa dan senyum sendiri di jalanan, 'proses awal'nya mungkin seperti ini ya ?
Bener kata orang, kalau ada orang gila lewat, lalu pada komen 'akibat tidak kuat 'ngelmu'. Waduh !
Pemahaman suatu ilmu hanya bisa dicapai dengan cara melakukannya dengan 'benar'. Lahir batin.
Ada tiga macam respon atas 'efek negatif' ngelmu diatas itu. Pertama 'mupus', nyerah. Ya sudah. Berarti 'kelas' saya cuma sampai situ.
Atau merasa 'nggégé mongso', belum waktunya sampai ke 'kelas' itu. Harusnya bertahap. Sabar. Step by step.
Atau juga merasa memang harus begitu. Raga dan jiwa kita 'menyimpan' kekuatan yg tidak 'terbatas'.
Jika dipaksa akan keluar semua 'tenaga dalam' kita. Jadi teruskan saja meski untuk sementara 'kesrimpet-srimpet'.
Namun apapun respon yg kita pilih. Dibutuhkan dulu analisa, 'Apa dan Siapa' kita. Biar tahu 'ukuran' kita. Lalu di 'klop' kan dengan 'obyek raih-an' kita.
Comments
Post a Comment